Suksesi Nasional, Lamongan –
Uang dan Politik, sebaliknya politik dan uang sepasang sejoli itu tak lepas dari kehidupan sehari-hari. Bahkan hal tersebut pun tak lepas dari tatanan berbangsa dan bernegara, dari atas sampai golongan kaum Sudra. Yang jelas adakah plus minusnya? ,siapa dan siapa pelaku dan yang bisa merasakan hal itu?.
Hingar-bingar pesta Demokrasi dalam suatu negeri, pun tak lepas dari uang dan politik, politik dan uang. Istilah Money Politik atau sering disebut dengan politik uang santer kita dengar dan fakta terlihat dilapangan.
Money Politik merupakan wujud dari pemberian atau janji untuk menyuap atau mempengaruhi pola pikir seseorang agar tidak menjalankan hak pilihnya sesuai dengan keinginanya.
Bah Hal ini sering terjadi ketika mendekati kontestasi demokrasi, setiap calon kepala daerah atau anggota legislatif mengumbar janji manis kepada masyarakat serta memberikan salam tempel sehingga masyarakat yang menerima suap tersebut di pengaruhi hak suaranya untuk mencoblos salah satu calon tersebut saat waktu pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS).
Praktik Money Politik bukan hanya sekedar suap yang berbentuk uang namun ada juga pemberian barang seperti halnya sembako yakni beras, minyak, ataupun gula serta barang barang yang lain.
Money Politik prosesnya panjang dari start, pertengahan, hari H, hingga finishing dapam sebuah pesta demokrasi. Uniknya dalam istilah Money Politik ada istilah lain yang santer terdengar yakni, serangan fajar.
Praktik – praktik semacam itu tentunya menyalahi undang-undang yang sudah di berlakukan oleh negara yang mana Pasal 73 ayat 3 Undang Undang No. 3 tahun 1999 berbunyi: “Barang siapa pada waktu diselenggarakannya pemilihan umum menurut undang-undang ini dengan pemberian atau janji menyuap atau mempengaruhi seseorang, baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu, dipidana dengan pidana hukuman penjara paling lama tiga tahun.
Pidana itu dikenakan juga kepada pemilih yang menerima suap berupa pemberian atau janji berbuat sesuatu.
Praktik ini akhirnya memunculkan para pemimpin yang hanya peduli kepentingan pribadi dan golongan, bukan masyarakat yang memilihnya.
Pemimpin yang di pilih dengan proses tersebut akan merasa berkewajiban mencari keuntungan dari jabatannya, salah satunya untuk mengembalikan modal yang keluar dalam kampanye.
Akhirnya setelah menjabat, dia akan melakukan berbagai kecurangan, menerima suap, gratifikasi atau korupsi lainnya dengan berbagai macam bentuk. Tidak heran jika politik uang disebut sebagai “mother of corruption” atau induknya korupsi.
Di era digitalisasi saat ini harusnya semua pihak ikut berpartisipasi dalam proses pengawasan pemilu, tidak hanya penyelenggara saja, bahkan, semua unsur di kalangan masyarakat juga harus terlibat seperti, warga masyarakat, LSM, media masa, pemantau pemilu hingga kalangan mahasiswa.
Mereka juga di perbolehkan ikut melakukan pengawasan mulai dari tahapan pesta Demokrasi hingga teknis di lapangan, sehingga proses pelaksanaan pemilu di harapkan bisa terselenggara dengan jujur dan adil.(rul)