Suksesi Nasional, Lamongan- Pengawasan terkait tempat hiburan di Kab Lamongan sebelumnya kurang perhatian dari pihak-pihak terkait, baik itu operasional maupun tentang perijinannya.
Tak ayal pemilik tempat usaha dengan seenaknya beroperasi tanpa memperhitungkan dampak ditengah masyarakat, maupun publik. Berawal dari viralnya salah satu cafe dan bar onea, yang notabene ijinya belum jelas, menjadikan pihak-pihak terkait melakukan pengawasan lebih lanjut.

Dari hal tersebut, membuat pihak-pihak terkait pun melakukan pengawasan dan pemanggilan pemilik cafe-cafe di seluruh Kab.Lamongan.
Menindaklanjuti hal itu, Komisi A DPRD Lamongan menggelar hearing bersama 5 Dinas yakni Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP), Satpol PP, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) serta Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) dan Bagian Hukum, Rabu (6/7/2022).
Hearing tertutup itu, membahas terkait keberadaan dan status perijinan tempat hiburan malam, termasuk mencuatnya teka-teki perijinan Onnea Bar di jalan Suwoko nomor 105 yang menggelar live DJ. Selain itu, bar yang dekat pemukiman warga tersebut juga menyediakan minuman beralkohol.
Namun disayangkan dalam hearing tertutup tersebut mendapat respon negatif oleh sejumlah awak media yang sedang menjalankan tugas. Pasalnya dengar pendapat hearing tertutup tidak objektif dan hanya subjektivitas semata serta menjauhkan segala penjelasan yang semestinya didapatkan secara layak serta terbuka oleh publik.
Sebagaimana dalam Pedoman Tatib DPRD. Rapat paripurna dan rapat dengar pendapat umum, wajib dilakukan secara terbuka. Dimana tujuannya untuk membuka ruang publik untuk mengawasi setiap materi yang dibahas oleh DPRD dan peserta hearing. Selain.
Itu rapat-rapat yang digelar tertutup juga bertentangan dengan norma yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008. “Bertentangan dengan prinsip keterbukaan dan transparansi.
Sementara itu, usai hearing Sapari mengatakan jika hearing membahas tentang keberadaan tempat hiburan malam di Lamongan.
” Hal itu berawal terkait ramainya pemberitaan di media massa terkait keberadaan dan ijin dari Onnea Bar. Ada pengaduan masyarakat di mana aduan masyarakat kepada Onnea Bar menggunakan DJ seperti aktivitas club malam, diskotik dan lain sebagainya.
Untuk menertibkan kami sudah berikan surat peringatan satu, dua dan tiga kali, dan itu sudah kami tidaklanjuti sebagai dasar operasi dalam melakukan penindakan. Apa lagi Lamongan kota santri.” Kata Kabid penegakkan Perda Satpol PP Lamongan, pada Suksesi Nasional.
” Karena aturan itu sama juga di kota besar seperti DKI dimana satpol PP menyegel tempat hiburan malam yang melanggar yang dianggap meresahkan. “Surat peringatan OPD pengampuh, data dilapangkan hanya ada 14 cafe golongan rendah yang sudah berijin, namun di Onnea Bar masih proses administrasi saja.” Tegas Kabid Penegakan Perda Satpol PP Lamongan.
Sementara itu Kepala DPMPTSP Lamongan mengaku belum mengantongi izin namun sudah beroperasi Onnea Bar, dijelaskan oleh Pujo, Kadis DPMPTSP di hearing yang kedua ini bersama dinas terkait. Fokus terhadap berdirinya kafe-kafe berdasarkan PP nomor 5 tahun 2021, Onnea bar termasuk kafe khusus ijinnya di provinsi dengan resour tinggi di pusat pemerintah. Jadi yang boleh beroperasi di Lamongan adalah kafe-kafe restruktur rendah saja,” kata Pujo.
Berdasarkan data OSS (Online Single Submission) kami, lanjut Pujo, kafe khusus seperti Onnea yang mendapat keluhan masyarakat akan kami laporkan kepada pemerintah di atasnya seperti kepada dinas teknis, “kami laporkan ke Kepada Bupati sebagai dasar untuk melakukan penertiban dan diteruskan kepada dinas di atasnya atau provinsi dan pusat.” Pungkas Pujo.
Digelarnya hearing, Komisi A DPRD Lamongan berharap kasus penutupan Holywings di Surabaya dan Jakarta tidak terulang di Kab Lamongan. Holywings ditutup karena belum mengantongi izin usaha dan komersial atau operasional sesuai bidang usaha yang dijalankan.
Selain itu berkaca pada kejadian Holiwings, gerakan ratusan massa juga menggelar aksi karena outlet Holywings yang dinilai berdekatan dengan tempat ibadah.
“Apakah kita harus nunggu ada gerakan aksi massa, seperti pada perkara Holywings. Makanya, sebisa mungkin, kita ingin ada upaya preventif,” kata Hamzah, Ketua Komisi A DPRD Lamongan, pada awak media.
Seperti diketahui bahwa terdapat 14 cafe di Lamongan yang memiliki usaha penjualan ecer miras dan 1 distributor miras yang sudah terdaftar dengan rekomendasi Bupati Lamongan. Dimana semua cafe resto yang sudah mendaftarkan di NIB keseluruhan perijinannya berupa ijin minum di tempat yang alkoholnya 0 %.
” Hearing kita gelar dengan memanggil 4 (empat) dinas teknis dalam hearing atau audiensi namun secara tertutup dari media. Selain itu, kami juga memanggil Bagian Hukum Pemkab Lamongan. Tujuanya jelas terkait perijinan sejumlah cafe atau tempat hiburan yang ada di Lamongan, ” tambah Hamzah.
“Dari pengakuan OPD, mereka tidak bisa menegur cafe yang beroperasi menjual minumam beralkohol (bar). Ya, karena kewenangan tingkat golongan alkohol yang dijual. Apakah A, B dan C. Jadi Sesuai kewenangannya usaha penjualan minuman beralkohol dibagi menjadi tiga, yakni golongan A alkoholnya 5% kebawah kewenangan pemerintah kabupaten, golongan B alkoholnya 5% sampai 20 persen pemerintah provinsi.
Sedangkan untuk golongan C kadar alkoholnya lebih tinggi dari A dan B yakni diatas 20%. Maka kewenangan merupakan pemerintah pusat. Jadi, kalaupun cafe di Lamongan memiliki ijin belum ada yang lolos atau terverifikasi.
Termasuk live musik DJ, begitu juga live musik biasa juga belum ada ijinnya. Masalahnya, Satpol PP juga mengalami kendala untuk melakukan tindakan tegas hingga penutupan cafe selama belum menerima surat teguran yang dikeluarkan dinas terkait.
Hal inilah, jangan sampai dibiarkan menggantung nggak ada selesainya, jika hanya karena merasa bukan kewenangannya. Makanya, kita tekankan untuk melakukan evaluasi secepatnya bagi semua perijinan cafe di Lamongan,” jelas politikus PAN itu.
Disinggung batas waktu yang diberikan kepada OPD tersebut ? Hamzah menyebutkan, apabila 2 sampai 3 bulan kedepan belum ada tindakan dari OPD maupun kabag hukum Pemkab Lamongan, pihaknya akan memanggil kembali.
“Intinya kita lebih menitikberatkan pada pengawasan. Kalau itu masih diindahkan, maka OPD terkait akan kita panggil lagi untuk dilakukan penutupan pada cafe-cafe tersebut,” tegas Ketua Komisi A DPRD, Lamongan.(rul)