Beranda Headline

Polda Jatim Tangkap Pendeta di Blitar, Cabuli Anak dibawah Umur Sejak – 2022

Pelaku Pelecehan Seksual Anak Bawah Umur digiring Petugas di Mapolda Jatim (Foto : M.Rusdi // Suksesi Nasional.com)

Suksesi Nasional.com, SURABAYA,-  Polisi mengamankan seorang pendeta berinisial DBH (67) warga Kecamatan Sukorejo Kabupaten Blitar Jawa Timur.

Ia ditangkap karena diduga melakukan pelecehan seksual terhadap tiga anak dibawah umur sejak – 2002 lalu.

Kabidhumas Polda Jatim Kombes Pol Jules Abraham Abast menyampaikan,  terungkapnya kasus cabul tersebut setelah salah satu korban bercerita kepada orang tuanya.

Kebetulan orang tua korban merupakan pelayan ditempat ibadah tersebut dan mengenal pelaku.

Modus yang dilakukan tersangka dengan memegang alat vital (kemaluan) para korban.

Aksi bejad pelaku dilakukan disejumlah lokasi diantaranya, ruang kerja, kamar pribadi, kolam renang hingga homestay.

“Hasil pemeriksaan terhadap tersangka, kasus asusila itu berlangsung dalam rentang waktu 2022 hingga 2024, ” kata Kombes Abast saat konferensi pers Rabu (16/07/2025).

Jules menambahkan, korban memiliki kedekatan dengan pelaku. Mereka sering mengajak berjalan-jalan dan berenang,” jelas Abast.

Atas perbuatannya pelaku dijerat Pasal 82 Jo Pasal 76E UU  RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana 15 tahun penjara dan denda Rp 5 miliar,” pungkasnya.

Sementara itu Asisten Deputi Penyediaan Layanan Anak dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Ciput Eka Purwianti sangat mengapresiasi tindakan tegas Polda Jawa Timur dalam menangani kasus kejahatan terhadap anak dan kaum rentan.

Baca Juga :  Ketentuan DIKPORA Magetan Tentang Kegiatan Pendidikan Ditengah PPKM Darurat

“Kami sangat apresiasi kepada Bapak Kapolda Jawa Timur beserta jajaran penyidik Ditreskrimum yang telah menangani kasus pencabulan terhadap anak – anak ini,” ungkapnya.

Ia mengatakan saat ini Keempat korban berada didalam perlindungan LPSK dan Kementrian PPA.

“Kami berharap proses ini terus berjalan dengan cepat karena demi kepentingan terbaik para korban,” tambahnya.

Ia juga menyampaikan bahwa, persoalan yang melibatkan tokoh agama sebagai pelaku kekerasan seksual ini adalah salah satu bentuk relasi kuasa kekerasan yang berbasis relasi kuasa.

Selain itu banyak sekali unsur yang menyebabkan anak-anak itu tidak berani mengadu lebih cepat.

Menurutnya hal tersebut karena banyak orang yang tidak percaya termasuk orang tua pada saat anaknya menyampaikan atau mengadu tentang tindakan asusila yang diterima dari tokoh agama.

“Perlu kita dorong bahwa, perspektif undang-undang TPKS itu adalah kita harus meyakini apa yang disampaikan oleh korban Karena perspektif korban itu yang penting,” pungkasnya. (rus)

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini