Suksesi Nasional, NTT – Pernyataan Maksi Ngkeros saat kampanye terbuka di Rampasasa untuk tidak memilih Hery Nabit “karena telah menghancurkan Manggarai dinilai tidak masuk dalam kategori kampanye hitam (black campaign)”. Pernyataan Maksi Ngkeros tersebut masuk dalam kategori kampanye negative (negative campaign).
Kampanye negative sah-sah saja dalam politik dan dibenarkan secara hukum,” kata pengamat hukum Dr. Edi Hardum, SH, MH pada Jumat 25 Oktober 2024.
Menurut Edi, kata “menghancurkan” Manggarai jangan dimaknai secara denotatif atau konotatif/asosiatif. Artinya banyak fakta yang bisa dijadikan dasar pernyataan Maksi Ngkeros tersebut. Antara lain, pertama, Hery Nabit membangkang terhadap putusan pengadilan soal gugatan ASN yang telah dipecat Nabit.
Perbuatan Nabit seperti ini bisa digolongkan sebagai perbuatan yang “menghancurkan Manggarai”. “Orang Manggarai di mana pun berada atau semua orang Indonesia tentu hatinya hancur karena ada pejabat negara yang membangkang terhadap putusan hakim,” kata Edi.
Kedua, dalam perekrutan aparat desa di beberapa desa di Kecamatan Reok Barat, di mana camat Reok Barat yang merupakan anak buah Nabit meluluskan orang yang tidak lulus dalam test dan menidakluluskan orang yang lulus dalam test.
“Perbuatan sang camat sudah diadukan kepada Nabit melalui Sekda namun Nabit tidak berbuat sesuatu atau tidak menindak sang camat. Itu perbuatan menghacurkan Manggarai secara konotatif,” kata Edi.
Edi menegaskan, dua kasus tersebut di atas merupakan sebagian tindakan Nabit yang bisa digolong mengancurkan Manggarai dalam arti yang konotatif atau asosiatif.
Edi menegaskan, dalam UU Nomor 7 / 2017 tentang Pemilu tidak secara eksplisit mengatur soal kampanye hitam atau black campaign.
Bunyi Pasal 280 ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu mengatur tentang larangan dalam kampanye, yaitu pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang:
(a) mempersoalkan dasar negara Pancasila, Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dan bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(b) melakukan kegiatan yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
(c) menghina seseorang, agama, suku, ras, golongan, calon, dan/atau peserta pemilu yang lain;
(d) menghasut dan mengadu domba perseorangan ataupun masyarakat;
(e) mengganggu ketertiban umum;
(f) mengancam untuk melakukan kekerasan atau menganjurkan penggunaan kekerasan kepada seseorang, sekelompok anggota masyarakat, dan/atau peserta pemilu yang lain;
(g) merusak dan/atau menghilangkan alat peraga kampanye peserta pemilu;
(f) menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan;
(i) membawa atau menggunakan tanda gambar dan/atau atribut selain dari tanda gambar dan/atau atribut peserta pemilu yang bersangkutan; dan
(j) menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada peserta kampanye pemilu.
Dari bunyi pasal tersebut, kata Edi, kata-kata Maksi Ngkeros tidak termasuk dalam kategori kampanye hitam.
“Kita harus kritisi dan ingatkan masyarakat agar jangan pilih orang yang salah,” kata advokat dari kantor Hukum “Edi Hardum dan Rekan” ini.
Menurut Edi, hampir semua pakar Ilmu Hukum Pidana berpendapat bahwa dalam hukum kepemiluan, kampanye negatif diizinkan, sedangkan kampanye hitam dilarang dan dapat dikenakan sanksi pidana sebagaimana tertuang di dalam Pasal 280 ayat (1) huruf c dan Pasal 521 UU Pemilu.
“Saya minta Maksi Ngkeros tunjukan semua data mengenai janji-janji Bupati Nabit yang tidak dilaksanakan sebagai dasar pernyataan Maksi soal Nabit menghancurkan Manggarai,” kata Edi.
Dalam KUHAP ditegaskan minimal dua alat bukti sebuah kasus naik ke penyidikan. “Apa bukti mereka?,” tanya Edi.
Edi minta Polres Manggarai agar stop menyidik kasus ini sebab tidak masuk sebagai kampanye hitam. “Polisi jangan sampai terkesan menerima pesanan dari pasangan calon tertentu. Keluarkan SP3 atas kasus tersebut,” ungkap Edi. (B/L)