Suksesi Nasional , Tulungagung – Festival Dalang Pelajar (FDP) Kabupaten Tulungagung 2021 usai digelar, Kamis lalu (8/4/2021). Acara ini merupakan agenda rutin Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dispendikpora) Kabupaten Tulungagung, yang digelar setiap tahun.
Tahun ini adalah kali ke-enam kegiatan yang mengakomodasi potensi budaya itu digelar. Kegiatan ini sendiri berlangsung selama dua hari, mulai 7-8 April 2021.
Salah satu peserta ini dari SD Negeri 2 Mojoarum Kecamatan Gondang Kabupaten Tulungagung dengan nama Suryo Purnomo yang masih duduk di kelas 5.
Suryo nama panggilan dalang cilik asal SD Negeri 2 Mojoarum ini berhasil meraih Juara 1 Festival Dalang Cilik dengan Predikat Dalang Penyaji Terbaik dengan mengambil Lakon “Pandowo Ngenger” di Pendopo Taman Budaya Kabupaten Tulungagung.
Suryo didampingi kedua orangtuanya Bapak Eko Budiono dan Ibu Yusnita kepada media mengatakan, dia sangat bersyukur Suryo meraih juara 1 dalam festival dalang pelajar dan berharap Suryo terus belajar dan mendatang bisa menjadi dalang terkenal.

Ketika ditanya Lakon “Pandowo Ngenger” menceritakan tentang apa, Orang tua Suryo, Eko dengan ngamblang menceritakan, dalam pisowanan agung di Negara Hastina , yang dihadiri oleh para petinggi kerajaan tersebut diantaranya Resi Bisma, Pendita Durna, patih Sengkuni, adipati Karno dan lain2 memikirkan masa depan kerajaan Hastina dalam menghadapi musuh bebuyutannya yaitu Pandawa.
Duryudono sang raja menganggap bahwa Pendita Durna tdk adil dalam memberikan ilmu kadigdayan bagi sanak saudaranya, pendita Durna dianggap oleh Duryudono pilih kasih dalam memberikan ilmunya.Tapi dengan ikut bicaranya adipati Karno timbulah semangat angkara murka sang Duryudana untuk berbuat licik kepada saudara saudaranya sendiri yaitu Pandawa.
Tetapi Adipati Karno tidak sependapat dengan rencana licik yang akan dibuat oleh Duryudono yang dianggap jauh dari peri kemanusiaan, sampai sampai Adipati Karno walk out dari pasewakan agung.
Didorong oleh sang maha patih Sengkuni sang maha julik maka Prabu Duryudana mengadakan perjamuan dengan mengundang anggota keluarga Pendawa yang masih menjalani hukuman atas kekalahannya bermain dadu, dengan jamuan makanan bekas dan minuman memabukkan.
Karena pengaruh minuman terjadilah perang antara kedua belah pihak, sebelum terjadi korban datanglah Destarata melerai peperangan tersebut. Oleh Destarata Pandawa diminta untuk menyingkir dari Astina agar peperangan tidak berlanjut, akan tetapi pihak Kurawa walaupun sudah dicegah oleh adipati Karno tetap saja mengejar Pandawa untuk dihabisi.
Pada adegan goro goro Harjuna yang diikuti oleh para punokawan, dikisahkan Harjuna kedatangan dewa/ betara Indra atas prakarsa betara Indra Harjuna diajak ke kahayangan. Di Kayangan Harjuna dipertemukan oleh beberapa betari salah satunya adalah betari Uruwasi, melihat ketampanan Harjuna, betara Uruwasi jatuh cinta kepada raden Harjun.
Tetapi kepada betari Uruwasi, raden Harjuno yang terkenal tampan tidak tergoyahkan oleh rayuan betari Uruwasi, karena betari Uruwasi merasa terhina maka marahlah betari Uruwasi dengan mengucapkan sumpah serapah agar kelaki lakian Harjuno tidak berfungsi ( tentunya untuk sementara waktu).
Atas petunjuk betara Indra, Harjuna dan saudara2nya diminta untuk suwito (ngenger) ke Kerajaan Wirata dengan menyamar sebagai orang sudra (rakyat jelata). Dengan berganti nama, Puntadewa memakai nama Kanta, Werkudoro sebagai Balawa, Harjuna sebagai Wrihatmolo, Nakula dan Sadewa sebagai Tripala dan Grantika, sedangkan Drupadi beralih nama menjadi Salindri atau Endang Malini.
Sebelum berangkat menuju kerajaan Wirata mereka berganti busana layaknya rakyat jelata dan yang menarik adalah busana yang dipakai raden Harjuna, dalam cerita ini ia memakai busana layaknya seorang wanita.
Di kerajaan Wirata sang patih Kencoko dan para hulu balang, antara lain Prahupo Kenco dan Rojo molo berkeluh kesah tentang kerajaan Wirata yang dipimpin oleh Prabu Matsyapati. Sang patih merasa kebesaran nama kerajaan Wirata hanya karena kehebatannya. Maka mereka merencanakan kudeta terhadap prabu Matsyapati.
Ketika mereka merencanakan kudeta datanglah keluarga pendawa yang sudah berganti busana dan nama layaknya rakyat jelata. Atas perintah sang patih. keluarga pendawa tidak diperkenankan ngenger ke raja Matsyapati tetapi diminta ngenger ke Kepatihan saja. Dikisahkan patih Kencoko akan berbuat tidak senonoh terhadap Salindri atau Drupadi. Melihat kejadian ini Balawa (Werkudara ) mendidih darahnya dan dibunuhlah Kencoko.
Terbunuhnya patih Kencoko tidak menjadikan marahnya prabu Matsyapati, tetapi malah diterimanya keluarga pendawa sebagai abdi di kerajaan Wirata tersebut, tutur Eko
Sementara itu Sri Purwati,Spd selaku kepala sekolah SD Negeri 2 Mojoarum, sangat mengapresiasi salah satu siswanya yang masih kelas 5 bisa berprestasi dan mengenal kesenian yang jarang diminati anak muda sekarang.
“Saya sangat mengaprsiasi terhadap siswa saya yang mengikuti FDP 2021 yaitu Suryo Purnomo, disini saya berpesan kepada Bapak dan ibu wali murid Bapak Eko Budiono dan Ibu Yusnita selaku orang tua dari Suryo untuk terus mendukung bakat yang dimiliki anaknya karena ibarat mempunyai berlian, semoga setelah munculnya Suryo akan muncul bibit dalang lagi di sekolah kami ini”, tuturnya
Sementara salah satu panitia festival Gufron mengatakan , festival ini bertujuan untuk mencari bibit-bibit dalang wayang kulit potensial di Tulungagung, festival ini juga upaya kita untuk mencari bibit-bibit dalang sejak usia dini, selain itu juga untuk diikutsertakan dalam lomba tingkat provinsi maupun nasional”, tuturnya.(AL)