Suksesi Nasional, Nganjuk – Adanya penarikan biaya saat pengukuran program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) di Desa Malangsari Kecamatan Tanjunganom Kabupaten Nganjuk menjadi kabar tak sedap bagi program pemerintah setempat.
Sudah sepantasnya pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) sebagai pelaksana program untuk turun tangan. Karena bila ini benar terjadi maka apa yang terjadi ini bukan saja tindakan pungli tetapi diduga bisa mengarah kepada tindakan korupsi.
Seperti di jelaskan warga yang ikut PTSL disitu, bahwa dirinya sudah membayar kepada Pokmas untuk biaya ikut PTSL sebesar Rp 500.000,- / bidang.
Menurutnya itu sudah termasuk biaya patok, materai dan biaya pengukuran dll. Tetapi ternyata saat pengukuran tanah di lakukan, warga di mintai biaya lagi yang katanya untuk pengukuran tanah PTSL sebesar Rp 100.000,-/ bidang.
” Saya juga sempat kaget lho Bu padahal rapat musyawarah sudah sepakat dengan biaya Rp 500.000,-. Dalam prosesnya ketika pengukuran kami di tarik lagi Rp 100.000,- ( seratus ribu rupiah ), ” jelas warga desa Malangsari ini, saat di konfirmasi awak media Sabtu (01/04/2023).
Walau dengan penuh tanda tanya warga tetap memenuhi permintaan panitia/ Pokmas karena takut kalau nanti kemudian tanahnya ditinggalkan dan tidak diukur,” katanya.
Sementara itu, Ketua Komunitas Anti Korupsi SLJ ( Salam Lima Jari) di Nganjuk John Wadoe saat di minta komentarnya terkait yang terjadi diĀ PTSL desa Malangsari ini mengatakan bahwa,
Kalau sudah begini kembali masyarakat penerima program pemerintah ini yang di jadikan korban tindakan tidak bertanggungjawab dan menyalahi aturan.
PTSL diduga banyak digunakan sebagai tameng/ alasan untuk terjadinya praktek pungli di lapangan. Bahkan tidak segan segan pelaku pungli berlindung dan berdalih di bawah perbup dan mengesampingkan SKB 3 menteri tentang besaran biaya pra PTSL.
Program pemerintah PTSL ini jelas aturan dan pelaksanaan di lapangan berdasarkan juklak dan juknis. Karena itu ketika program ini berjalan tidak sesuai juklak dan juknis maka patut diduga rawan dengan penyimpangan yang mengarah kepada tindakan pungli dan korupsi.
” Untuk di desa Malangsari itu bila memang terjadi permintaan biaya saat pengukuran maka ini sudah menyimpang dari juklak dan juknis. Pokmas adalah kepanitiaan desa dengan SK dari Kepala desa setempat. Karena itu Kepala desa harus bertanggung jawab.
Apalagi Kades juga bagian dari panitia Ajudikasi. Kita tunggu dulu respon dan tindakan dari BPN sebagai pelaksana program. Bila terbukti itu bisa menjadi ranah APH” pungkasnya.
(rmb)