Suksesi Nasional, Trenggalek – Sebanyak 23 guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di Kabupaten Trenggalek kini menghadapi ketidakpastian masa depan. Meski telah mengajar di jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sejak awal penugasan, mereka terancam harus kembali mengajar di Sekolah Dasar (SD) sesuai Surat Keputusan (SK) awal pengangkatan.
Masalah ini mencuat setelah Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB) menegaskan bahwa penempatan guru PPPK harus sesuai dengan SK awal. Dalam dokumen tersebut, ke-23 guru ini tercatat sebagai guru SD, meskipun sejak awal mereka sudah menjalaan tugas di SMP.
Kebijakan ini memicu keresahan di kalangan guru dan pihak sekolah. Ketidakjelasan penempatan memunculkan ketimpangan dan ketegangan di lapangan. Beberapa kabar menyebutkan hanya sebagian guru yang akan diizinkan tetap di SMP, sementara sisanya harus kembali ke SD. Hal ini dikhawatirkan menimbulkan ketimpangan dan polemik baru di lapangan.
Ketua Komisi IV DPRD Trenggalek, Sukarudin, menyatakan kekhawatirannya. Ia menyebut, jika 23 guru PPPK ini benar-benar dipindahkan, sejumlah SMP akan mengalami kekurangan tenaga pengajar.
“Ada sekolah yang hanya memiliki satu guru matematika, dan itu termasuk dalam daftar guru yang terancam dipindah. Kalau ditarik, SMP tersebut akan sangat kesulitan,” ujarnya.
Tak hanya itu, Sukarudin juga menyoroti masalah sertifikasi. Sebagian guru PPPK tersebut telah mengantongi sertifikasi profesi untuk mata pelajaran di jenjang SMP. Jika mereka kembali ke SD, sertifikasi itu tidak lagi relevan karena keterbatasan jam pelajaran dan perbedaan kurikulum.
Saat ini, para guru masih tetap menjalankan tugas di SMP hingga kontrak baru ditandatangani. Namun, pemindahan tetap menjadi ancaman nyata jika tak ada solusi dari pemerintah pusat.
Menanggapi kondisi ini, DPRD bersama Pemerintah Kabupaten Trenggalek menyatakan komitmennya untuk segera menyurati Kemenpan-RB guna mencari jalan keluar yang adil dan tidak merugikan para guru maupun sekolah.
“Kami berharap keputusan yang diambil nantinya tidak hanya terpaku pada administrasi, tapi juga mempertimbangkan kebutuhan pendidikan yang nyata di daerah,” tegas Sukarudin.(sn)